Gerakan Santri Membaca
(Syamsul Arifin)
Di beberapa kesempatan, ketika ngobrol dengan kawan-kawan, apa yang sebelumnya saya yakini sebagai tanggung jawab manusia: 'membaca tugas Abadi manusia' mendapat penguat sekaligus melahirkan rencana merealisasikan apa yang kami yakini tersebut.
Bicara membaca, dalam konteks Negara Indonesia, kita ketahui bersama, selalu menemui dua kesulitan besar. Pertama, orang-orang malas membaca. Kedua, sulitnya mendapatkan bahan bacaan. Di Indonesia tingkat masyarakat yang sadar pentingnya membaca sangat rendah. Bandingkan, misalnya, toko buku dengan counter hp atau mall.
Orang-orang besar yang membawa perubahan bagi kehidupan dan kemanusian: Gus Dur, Nurcholish Madjid, Nelson Mandela, Mahatma Gandhi, Jean Henri Dunant , Theodore Schultz, Sully Prudhomme, Ki Hadjar Dewantara, Bung Karno, dan lain sebagainya adalah orang-orang yang rakus membaca. Sebab, bagi mereka membaca merupakan tanggungjawab yang musti diselesaikan.
Kendala lainnya, juga sama-sama penting, bahwa keinginan terus dapat membaca, di Indonesia, negara kita ini, selalu terbentur sulitnya mendapatkan buku-buku murah, yang bisa dijangkau semua kalangan. Realitas semacam ini kita dapat kesimpulan menakutkan: di satu pihak rakyat Indonesia malas membaca. Di pihak lain, pemerintah yang seharusnya memobilisasi, menggerakkan, menggagas kegiatan dalam mendorong rakyat gemar membaca malah diam seperti tidak terjadi apa-apa.
Kita lihat, bahwa pemerintah lebih sibuk meributkan perda, poligami, fatwa halal-haram, merumuskan keyakinan rakyat sesat-lurusnya, kenaikan gaji, membangun citra dengan memberikan beras, yang hanya cukup dimakan satu-dua hari. Kami muak menyaksikan ketololan-ketololan itu. Kami gelisah bahwa buku sama sekali dianggap tidak penting.
Bayangkan saja, Jakarta, sebagai ibu kota, menjadi kota dengan mall terbanyak di dunia, sebanyak 173 mall. Menakutkan, bukan? Yang jauh menakutkan (juga menyedihkan) jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk, 1,49 persen per tahun. Dengan penduduk sebesar itu toko buku hanya sekitar 700 kecil dan besar, percetakan 6.400 unit dan perpustakaan hanya 3.700 unit. Kenyataan ini tidak sebanding. Pantas jika Indonesia menjadi negara rendah kualitas penduduknya.
Kita perlu merasa bertanggungjawab untuk kemudian bekerja sama menutup kemungkinan terburuk; Indonesia terus menerus melahirkan manusia kerdil yang seolah mengerti permasalahan bangsa. Kami, Syamsul Arifin (fb 'Pengamen Sunyi'), Zamzamul Adhim (fb 'Sang Pemulung', Kepala sekolah SD Lanbulan), Muktasim Billa (Muktasim Antheng Ayem), Mushonif (kepala Perpustakaan Lanbulan), Mochamad Khotib (fb 'Mochamad Khotib Yaya,' Kepala sekolah SMPI Lanbulan), Zahri (fb kbmk Lanbulan, pimred Majalah al-Qomar), bermaksud mengajak Saudara/Saudari untuk menjadi bagian dari kami, jadi donatur tetap dalam kegiatan kami yang dinamai "GERAKAN SANTRI MEMBACA" demi membangun pesantren mencerahkan bangsa.
Setiap donatur kami mohonkan untuk berderma sebesar 50.000 (Lima Puluh Ribu) per tahun untuk kemudian kami belanjakan buku-buku dan atau kitab-kitab menambah koleksi PERPUSTKAAN LANBULAN yang saat ini dibilang memprihatinkan. Mari kita berbuat sesuatu yang besar dimulai dari sesuatu yang kecil dan sepele, atas nama kemanusiaan!
Atas partisipasi Saudara/Saudari kami sampaikan banyak terima kasih. Selanjutnya atas apa-apa yang kurang terpahami silakan hubungi nama-nama tersebut di atas. Sekian, salam settong pengestoh!
26 September 2015