Mari Dukung Gerakan Santri Membaca Untuk Mewujudkan Santri Cerdas dan Beraklak Mulia

SELAMAT DATANG

Senin, 19 Oktober 2015

Pemilik Tiga Perpustakaan Pribadi Sumbang Puluhan Buku

Gerakan Santri Membaca
Ditulis oleh: Ciuman Sang Bidadari

Tepatnya hari Minggu 18 oktober 2015 di Kampoeng Ilmu di jalan Semarang Surabaya kawan kawan dari Komunitas Pecinta Buku berniat membeli beberapa buku dari dana sumbangan para donatur dalam Program Gerakan Santri Membaca.
Ada pemandangan yang tidak disangka di saat Kami membeli beberapa buku di salah satu toko di Kompoeng Ilmu. Ketika kami sudah memilih buku dan siap untuk membayar ternyata datang seorang perempuan memakai baju putih menghampiri kami dan bertanya tentang status kami dan kami pun terlibat pembicaraan ringan dan menjelaskan misi kami dari Komunitas Pecinta Buku yakni tentang program Gerakan Santri Membaca.
Lalu tidak disangka Ummi Siti Hurirah dengan tidak ragu beliau langsung menanggung biaya buku yang kami beli. Ucapan syukur dan terima kasih seakan keluar ikhlas tanpa beban.  Ketika komunitas pecinta buku dikonfirmasi tentang kabar itu mengatakan sosok ummi Siti Hurairah adalah seorang perempuan yang memiliki 3 Perpustakaan pribadi yang tersebar di wilayah surabaya. Beliau seperti bidadari surga yang mendatangi kami untuk memberikan secangkir semangat dan mempersembahkan buku ilmu untuk wujudkan program kami dalam lahirkan santri yang cerdas dan berakhlak mulia. Semoga ada dermawan dermawan lainnya yang memiliki jiwa seperti ummi siti hurairah.

Dua Perempuan, Dua Dunia yang Jungkir Balik

Gerakan Santri Membaca
Ditulis oleh: Petang Segara

katanya satu menjadi pikiranpusat gelombang aliran renungan [H.B. JASSIN, “Kawanku” dalam “Darah Laut”]

Tentu sulit menemukan karakter seperti dalam puisi H.B. Jassin yang saya kutip di atas, sama sulitnya menemukan presiden atau wakil rakyat yang benar-benar ideal. Baik karakter dalam puisi H.B. Jassin dan presiden ideal selalu berada di wilayah subyektif. Namun kita selalu menemukan cerita mengejutkan di hari Minggu. Kita sering menemukan dalam perasaan diri kita sendiri semacam ini: mukjizat tidak benar-benar dibawa mati para nabi.
Misalnya kita masuk ke potongan-potongan dunia kelam seorang perempuan belia melalui sajaknya: “biarlah aku tetap aku//yang mengeja takdir dalam sunyiku,” yang sebenarnya ia sedang tidak berbuat apa-apa kecuali menyembunyikan diri sepenuhnya ke dalam sajak. Sebuah sajak yang mampu menggali lubang begitu dalam mata saya, lalu dengan sendirinya menciptakan rongga. Perempuan adalah bagian gelap dari lobang itu sendiri; hirarki selalu tampak kentara meski respons berbeda misalnya, tampak pasrah ada yang berusaha merobek jaring yang diciptakan norma, kebiasaan, adat akibat kesadaran setiap hirarki selalu menumbalkan kreatifitas dan potensi-potensi baik personal mau pun kolektif.
  Sekarang kita bayangkan begini: ada seorang perempuan masih muda yang memiliki kekuataan berbahasa namun tidak bisa mengembangkan karena dipasung oleh kekuatan bernama budaya dan adat istiadat. Hasilnya ia menulis (puisi) tidak menggunakan apa-apa selain desakan emosional jiwa-kontemplasi; tidak pernah tahu siapa itu Toni Morrison, Gerry van der Linden, Sergei Yesenin, Ferdinan de Saussure, Jacques Derrida, Sitor Situmorang, Timur Sinar Suprabana, Beno Siang Pamungkas, Danarto, A.S. Laksana, dll dan tidak pernah membaca—sekadar menyebut judul--Novel 1984, Philosophy in the Boudoir, Rumah yang Sunyi, Kering, dan sebagainya.
Kita membayangkan dunia muram tersebut di Minggu pagi hari sambil membaca koran, minum bir atau kopi, rokok atau kacang sekaligus tak pernah berhenti berpikir dunia, dari semua yang mengelilingi kita ini yang manakah dunia? Saya yang terlanjur jatuh cinta pada “puisi polos” perempuan itu segera menjawab bahwa dunia adalah sehimpun puisi yang dirahasiakan ke dalam air mata yang tak kunjung menjelma hujan, embun atau bianglala oleh seorang perempuan korban egoistik laki-laki, di dalamnya termuat ayah, kakak, tetangga, kiai; maskulinitas. Perempuan pengeja takdir di Madura sebenarnya banyak sama banyaknya dengan setiap kecamatan tanpa perpustakaan. Berbanding dengan laki-laki yang merasa sebagai penguasa perempuan.

TUHAN DAN HAL-HAL KECIL YANG MEMPESONA
Awalnya saya dan beberapa kawan tanpa rencana matang sebelumnya sekitar lima orang berangkat ke Surabaya hendak belanja buku-buku untuk perpustakaan yang sedang kami upayakan berkembang dengan tindakan-tindakan nyata, yaitu mengajak para penyuka buku, yang memang begitu peduli untuk “sembahyang” secara berjamaah demi terwujudnya nilai yang lebih utuh, universal, ‘seksi’ dan menggairahkan.
Di Kampoeng Ilmu seorang perempuan anggun paruh baya sibuk membolak-balik buku-buku sebelum kemudian mencatat dengan detail dan sesekali pandangannya dilempar ke kami, cara kami menawar buku yang, barangkali dalam benak perempuan anggun bermartabat tersebut terkesan seperti sedang mempertahankan nyawa kami sendiri.
Di Minggu 18 Oktober 2015 itu saya kira Tuhan juga berada di kepadatan pengunjung, menawar buku atau sedang Santai di hati perempuan berjilbab putih bermanik, yang bicaranya runut-lembut sambil baca puisi-puisi Mustofa Bisri. Sebab, di Minggu itu saya seperti mendengar denting senar biola Idris Sardi. Minggu indah, Minggu puisi bersama perempuan yang memperkenalkan diri: Umi Huraira.
Umi Huraira perempuan yang membangun monumen doa-monumen doa dengan mendirikan perpustakaan di beberapa daerah dan yayasan yatim-piatu, yang membayari belanjaan kami sepenuhnya di kesempatan itu, menganggap kami anak beliau sendiri, mengizinkan kami bertamu ke kediaman beliau untuk menindak-lanjuti tindakan selanjutnya, mencerdaskan bangsa. Hal-hal kecil mengejutkan semacam ini mempesona. Karena di tengah begitu banyak manusia sibuk untuk diri sendiri, ada satu manusia yang secara tak langsung membakar semangat kami, yang dipertemukan Tuhan dalam narasi sepele oleh manusia untuk memanusiakan manusia.
Semua yang dilakukan dengan Indah oleh Umi Huraira sebagai hadiah cinta pada mendiang suami, Burhan Chotib. Semoga cinta berbuah limpahan rahmat. Semoga segala yang diterimakan menjadi tempat abadi kelak. Amin ya Robb Maha Puisi. Saya akan menggunakan tulisan ini untuk melontarkan dunia yang absurd; perempuan pembangun monumen doa demi mengekalkan cinta seperti Umi Huraira dan perempuan pengeja takdir demi taat pada kebiasaan dan membunuh cinta perlahan-lahan dengan sangat terpaksa laiknya sahabat yang baru saja saya kenal karena puisi (buku).
Waktu menulis ini, Umi Huraira saya, entah mengapa terus-menerus teringat puisi Afrizal Malna sambil ketakutan tidak bangun pagi, karena besok, seperti biasa harus bekerja. Saya catat di sini sebagai terima kasih: “aku tak bisa membaca puisi dengan cokelat dalam mulutku.” Akh, sebenarnya orang seperti saya selalu tidak paham beda mengunyah cokelat dan makan ngar-sangara jagung. Sebab, masalah kami bukan “keadaan” seperti itu, melainkan mendapatkan buku-buku puisi, Umi Huraira.

Kampoeng Ilmu, 19 Oktober 2015

Kamis, 15 Oktober 2015

Surat Terbuka Untuk Tuhan

Gerakan Santri Membaca
Kepada Yang terhormat: Tuhan.

Akhirnya Tuhan, aku menulis surat ini pada Engkau setelah tiga kali (seingatku) A.S Laksana menulis surat terbuka juga untuk Jokowi di koran Jawa Pos, yang aku rasa Presiden Indonesia, pilihanMu itu sama sekali tidak membacanya. Beliau pasti malas membaca surat apa lagi surat yang sengaja disimpan di koran. Engkau tidak sibuk kan?

Isi surat ini sebenarnya tidak penting bagi kebanyakan rakyat Indonesia; sebuah surat yang ditulis manusia yang imannya Senin-Kamis, hanya berisi keluhan, permintaan kecil, ketidakmampuan dan, semoga aku tidak lupa nanti, juga mengandung pertanyaan sederhana.

Begini, Tuhan,  aku berada di desa jauh dari kota sangat menginginkan, mengharapkan, begitu perlu adanya tiap kecamatan pemerintah memprogamkan, diundang-undangkan, membangun satu saja perpustakaan sebagaimana tiap kecamatan ada puskesmas;  seperti tiap kabupaten ada perpustakaan. Aku ingin membaca supaya cerdas spiritualitas-intelektualitas-interpersonalitas, kebetulan aku miskin.

Buku-buku mahal oleh sengkarut birokrasi dan sistem pasar kapitalisme. Aku butuh buku Seperti aku butuh makan. Tapi, presiden mulai dari Soekarno sampai Jokowi hanya insyaf dengan kebutuhan terakhir yang aku sebut tadi, misalnya hanya kebijakan RASKIN bukannya pula BUKIN (buku untuk rakyat miskin). Aku kecewa Tuhan.

Sebenarnya tidak hanya manusia sejenis Jokowi saja pesantren sekaya Sidogiri, sibuk menebar BMT dan market-market menyaingi pasar tradisional. Tuhan sudah pasti tahu, mulai dari tingkat kabupaten sampai kecamatan,  BMT dan market-market atas nama Sidogiri bertebaran di seluruh Indonesia, kecuali belum aku lihat di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Aku tahu alasan Sidogiri: mengawal, menjelaskan kepada rakyat bagaimana transaksi yang benar, yang tidak tergelincir pada lobang riba. Sistem modern, yang dilupakan, sepertinya, selalu berkonsekuensi keribetan, keterpaksaan, bukan kesadaran karena luas-dalamnya pengetahuan masyarakat. Itu sia-sia.

Aku mencintai Sidogiri sebagaimana aku dengan Indah mencintai Lanbulan. Sebab itulah,  aku menulis surat ini kepada Engkau. Bukan pada Jokowi, Setya Novanto, Fadli Zon, Susi Pudjiastuti, Shimon Peres, Arist Merdeka Sirait, Retno Lestari Priansari Marsudi, Ruhut Sitompul, Farhat Abbas, Syahrini, Khofifah Indar Parawansa, Raffi Ahmad, Anthony Atkinson, dan manusia-manusia pintar lainnya: mereka terlalu sibuk untuk sekedar membaca surat apa lagi surat dariku, manusia desa yang jikapun mereka membacanya tidak akan pernah bisa berpengaruh banyak atas karir mereka, Tuhan. Engkau tidak sibuk bukan?

Dan untuk itulah, aku, atas anggukan Engkau, entah romantis atau isyarat yang tak akan pernah aku pahami 'mendirikan' komunitas kecil-kecilan bersama orang kecil-kecilan untuk orang kecil-kecilan juga. Tuhan, aku sekarang sudah tidak berdiri seorang saja, izinkan aku menyebut diri yang sebelumnya hanya seorang saja dengan Kami. Engkau juga berada dalam kata Kami--kadang kami dilain tempat menggunakan kata Kita.

Yang Kami sebut kecil-kecilan karena orang yang mencintai buku tidak banyak; pembaca buku tidak banyak apa lagi pembaca yang baik. Tak aneh kalau tindakan Kita dikesankan subversif, sabotase, sinting, Tuhan. Engkau sendiri pasti tahu kan jawaban orang-orang yang masuk ke inboxku. Sangat kadang lebih baik putus cinta daripada membaca kalimat-kalimat mereka. Pedih, miris. Dalam keadaan seperti itu, terkadang kami lebih baik berusaha membeli, membaca, menambah koleksi perpustakaan pribadi ketimbang disibukkan demi kepentingan kolektif, masyarakat luas, dengan menyadarkan orang lain yang tidak memiliki kesadaran betapa buku penting.

Ucapan-ucapan mereka ketika aku menjelaskan maksudku, Engkau pasti mendengar. Oh, gusti, sering aku berpikir kenapa aku hidup di Indonesia yang jutaan saudara-saudaraku: Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, Habib Rizieq Syihab, Ulil Abshar Abdalla, Denny JA, Said Aqil Siroj, Amien Rais dan lain sebagainya lebih sering menjejalkan pikiran mereka sendiri di tv; kami butuh cakrawala pengetahuan yang luas.

Agama akan hancur di tangan manusia-manusia yang malas membaca. Negara akan binasa oleh jumlah rakyat malas membaca. Apa arti al-Quran, suaraMu yang sebelumnya tidak berbentuk apapun yang berkemungkinan dipahami selain Engkau? Tuhan, apa yang Kau perintahkan untuk dibaca dalam surah Iqra' itu, yang kemudian bikin junjungan Nabi Muhammad menggigil?

Oh, Tuhan Maha Menyenangkan. Tuhan Maha Romantis. Tuhan Maha Mengejutkan. Oh, Tuhan yang sering dilupakan, beri aku sedikit saja sifat menyenangkanMu dalam bertingkah-berbuat, beri sedikit saja keromantisanMu dalam tiap menyapa agar ke dalam surat ini aku tengah memasuki ruang paling sunyi untuk bersemedi, bertapa, menyendiri kecuali bersama Engkau dan orang-orang romantis, yang tentu Engkau mencintainya.

Hampir lupa, aku ingin menyampaikan terima kasih--semoga Kasih diterima dengan Kasih--kepada orang yang ternyata banyak membantu dalam kegitaan Kita: mentransfer sejumlah uang dan mengirim beberapa buku untuk perpustakaan yang sedang Kita kembangkan. Terima kasih pula sudah berkenan berada dalam barisan Kami. Kepada orang-orang yang acuh, tak peduli, mencibir kami semogakan tetap jaya. Tanpa lawan siapalah diri kami.

Aku berharap surat ini tidak dibaca Jokowi apa lagi Syahrini dan orang-orang lain yang memiliki tingkat kesibukan melebihi Engkau. Sudah dulu, Tuhan. Aku mau bobok, agar setelah bangun nanti kami tetap dalam keadaan sembahyang berjamaah di Surau Komunitas Pecinta Buku ini dengan begitu romantis, Tuhan. Kami titip Komunitas Pecinta Buku pada Engkau.


Salam dari kami:
Zamzamul Adhim
Muktasim Billa
Syamsul Arifin
Mochammad Khotib


15 Oktober 2015

Rabu, 14 Oktober 2015

Ghufron Cholid Sosok Penyair Muda Madunya Sampang

Gerakan Santri Membaca
15 Oktober 2015

Ditulis oleh: Ciuman.Sang Bidadari

Di Dusun Junglorong Desa Komis Kecamatan Kedungdung kabupaten Sampang. Diselimuti Kerindangan pepohonan yang menaungi dia sekitar gubuk kecil seolah dedaunan ikut mendegarkan perbincangan kami bertiga dengan seorang penyair muda Moh. Ghufron Cholid nama yang dicanangkan oleh kedua orang tuanya. Saat kami mendengarkan pembicaraan beliau seakan kami melihat tampil dan bersyair. Padahal kata tiap kata seolah tidak dibuat buat seperti mengalir begitu saja. Disitulah kekaguman kami pada sang penyair desa yang dikenal dalam judul bukunya "kamar hati" yang pernah beliau tulis.
Dalam benakku tak disangka di pelosok ternyata ada penyair muda yang dikelilingi orang-orang yang bisa dikatakan tak sewarna. Seperti emas yang ada dalam tumpukan pasir kuning.
Bagiku kabupaten sampang memiliki Sumber Madu tapi tidak diperhatikan untuk diolah sebagai aset daerah. Karena warga sampang banyak yang tidak mengenal beliau sebagai penyair muda berbakat. Tapi sebaliknya Cholid sang penyair itu lebih dikenal di negeri orang. Seperti di brunai darussalam, singapure dan malaysia.
Beliau sangat mengapresiasi program kami dalam mewujudkan apa yang juga didamba dambakan. Dalam akhir perbincangan ringan kami beliau menyubangkan beberapa buku sebagai bukti rasa kepeduliannya terhadap gerakan santri membaca. Beliau siap untuk selalu menjalin komunikasi demi tercapainya cita-cita komunitas pecinta buku dalam programnya Gerakan Santri Membaca.

Salah Satu Penyair Muda Sampang Madura Sumbang Buku

Komunitasi Pecinta Buku
Gerakan Santri Membaca

Ditulis oleh: Petang Segera

Hari ini, 14 Oktober 2015 tiga dari beberapa aktivis Komunitas Pecinta Buku mengunjungi penyair Moh. Ghufron Cholid, pemilik buku "Kamar Hati" di kediamannya, Desa Komis Kec. Kedungdung Kab. Sampang Madura.

Sejak pertama kali sua senyum beliau langsung mengembang menerima kedatangan kami. Kami sumringah. Karena sejak dari rumah, pikiran kami was-was membayangkan sikap beliau. Ternyata beliau sangat ramah sampai-sampai kami lupa bahwa sebelumnya belum pernah bertemu, saling sapa, dan sebagainya.

Sesampainya di beranda, duduk belum beberapa menit, beliau dengan sangat berapi-api bicara sastra, perkembangan sastra, dan buku, terutama puisi. Pembicaraan berlangsung bahkan ketika kami disuguhi hidangan. Kami memperhatikan mata beliau yang setengah pejam, memperlihatkan bahwa beliau sangat berpikir (hati-hati) sebelum bicara.

Pada kesempatakan itu kami diajak ke perpustakaan pribadi beliau, sekali lagi, dengan penuh keakraban, beliau mempersilakan kami memilih beberapa buku seperti maksud kami sebelumnya via inbox fb. Namun kami sepakat menolak memilih sendiri. Beliau memilih enam judul buku untuk perpustakaan kami yang dimaksud dalam
1. "Gerakan Santri Membaca." Di antaranya,
2. "Sastra Santri dalam Puisi" karya Sastri Bakry
3. Antologi puisi "Sinar Siddiq,"
4. "Sastrawan Bicara Siswa Bertanya,"
5. "Kritik Sastra Feminis" tulisan Soenarjati Djajanegara, dan
6. "Mengasah Alief," dan "Konde Penyair Han" karya Hanna Fansisca.

Tidak hanya itu, beliau menghadiahi kami masing-masing satu judul buku: "Fatihah Cinta" karya Amie el-Faraby, "Buwun" karya Mardi Luhung dan "Penerima S.E.A. Write Awards (Malaysia) 2012 Ismail Kassan." Gembira rasanya selain mendapat apa yang "Komunitas Pecinta Buku" maksud kami juga mendapatkan ilmu dari beliau, yang kami doakan semoga selalu bahagia, terus membuat karya, dan tetap rendah hati seperti yang ditunjukkan pada kami.

Terima kasih penyair. Salam cinta buku!





Jumat, 09 Oktober 2015

Dengan Buku Lahirkan Santri Sebagai Pembimbing Terbaik Bangsa

Gerakan Santri Membaca
Penulis: Mochamad Khotib

Pesantren adalah sebuah lembaga tertua di indonesia. Keberadaannya sudah lama ada salah satunya yakni Pondok Pesantren yang didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim salah satu penyebar islam di tanah Jawa.
Pesantren pun lambat laun semakin banyak yg didirikan oleh para ulama dan kyai dengan satu tujuan untuk menyebarkan islam dan mempersiapkan manusia yang berakhlakul karimah. Tidak dipungkiri bahwa Pondok Pesantren memiliki peran yang sangat besar untuk menjadi manusia yang beradab. Hebatnya lagi walaupun pemerintah setengah setengah dalam memperhatikan Pesantren kenyataannya pondok pesantren masih bisa mengebangkan potensi juga tak sedikit output pondok pesantren lebih berguna dan memiliki peran dalam kemajuan Bangsa.
Kemajuan pesantren tersebut ternyata yang lebih menonjol dalam memperhatikan pondok pesantren justru dari para alumni, simpatisan dan para donatur swasta. Itu karena mereka telah mengetahui bahwa peran pesantren dapat diperhitungkan dalam perkembangan zaman saat ini.
Apa lagi sebagian pesantren telah berbenah dalam menambahkan program-program yang menyesuaikan keadaan zaman saat ini. Ada pula pesantren yang hingga saat ini masih teguh mempertahankan tradisinya walau zaman telah maju pesat. Walaupun begitu dari 2 model pesantren ini ternyata para anak didiknya masih dapat bersaing dalam menghadapi perkembangan zaman.
Oleh karena itulah tidak dipungkiri bahwa kemajuan pondok pesantren yakni tidak lepas ada keterlibatan komunikasi langsung maupun tak langsung dengan pesantren. Maka dalam kesimpulan ini bahwa kemajuan sebuah pesantren lebih condong ada keterlibatan dan kepedulian para alumni, simpatisan dan para donatur ketimbang pemerintah.
Maka dengan wacana seperti inilah Para Komunitas Pecinta Buku telah melahirkan sebuah wadah yakni Gerakan Santri Membaca dengan dilatarbelakangi oleh rasa peduli dan cinta terhadap pesantren dalam mewujudkan para santri yang siap pakai dalam menghadapi problematika zaman saat ini.
Mari bersama singsingkan lengan anda untuk buktikan kepedulian kita terhadap pesantren. Cerdaskan mereka lewat buku sebagai jendela ilmu agar para santri kelak dapat menuntun bangsa ini menuju bangsa yang berakhlakul karimah.

Selasa, 06 Oktober 2015

Pembelian Buku Pertama Dari Dana Sumbangan Anda

Gerakan Santri Membaca
Oleh: Muktasim Billa*)

Senin, 5 Oktober 2015 saya istilahkan "nana rokem le tedhes" untuk menjelaskan betapa kebahagiaan itu menguar, tidak hanya kepuasan batin yang saya peroleh, tapi lebih kepada merayakan kemenangan jihad saya dan teman-teman sepesadaran dalam meningkatkan mutu intelektualitas-spiritualitas dimulai sumbangsih kecil bagi bangsa, agama, dan kehidupan manusia.

Selama kami mewadahi, memberi tempat bagi Manusia-manusia yang berhasrat mencurahkan cinta-kasih pada ilmu pengetahuan telah terkumpul sejumlah uang Rp. 1.400.250 yang kemudian dibelanjakan buku-buku: filsafat, sastra, agama, sosiologi, sejarah, logika, dll di Kampoeng Ilmu jl. Semarang dan Toga Mas jl. Diponegoro, yang kemudian akan kami serahkan pada Perpustakaan Pondok Pesantren al-Mubarok Lanbulan--di waktu yang tepat, sesuai hasil rembugan nanti--sebagai bukti Kasih kita.

Di Kampoeng Ilmu, tempat biasa kami belanja buku sebelum-sebelumnya serta di mana kami berkumpul,  tercipta keakraban antara kami selaku pembeli dan penjual langganan kami sehingga tawar-menawar tidak canggung, tawa kami murni, tidak karena peraturan-peraturan birokratis, dan bahkan kami diberi bonus 2 (buku) dan 1 (satu) majalah juga ditraktir minum ngopi oleh si penjual buku tersebut.

Tentu hal yang demikian merupakan kebahagiaan kecil, sederhana. Namun, apa yang terjadi dan kami terima tersebut memiliki arti: bahwa "jika kita bekerja demi cinta dan atas nama cinta akan datang keajaiban dan kebahagiaan tak terduga." Dan kami yang tengah berada dalam Komunitas Pecinta Buku, yang salah satu kegiataannya adalah bergerak bagaimana semua bangsa, kita semua gemar, suka/butuh, tidak henti membaca sampai mampus! sebab bagi kami, keyakinan yang dianut kami, membaca sama wajibnya dengan sembahyang, sama asyiknya dengan asy-rokol sekaligus merasa berdosa bila kami tidak mengajak Anda, Saudara/i ikut berjamaah.

Senin kemaren, pertama kami belanja buku-buku, akan kami rayakan dengan kebahagiaan. Akan kami ingat. Kami sakralkan. Bahwa dengan belanja pertama kali pada hari Senin 5 Oktober 2015, PERJUANGAN RESMI DIBUKA DAN TAK AKAN PERNAH SELESAI, atas nama Cinta dan Keikhlasan.

Gerakan Santri Membaca atau biasa kami sebut GSM lahir dari sikap peduli, dedikasi, cinta, ironi dan semangat (hanya) beberapa orang pada buku dan ilmu pengetahuan: begini cara kami sembahyang. seperti ini kami mengungkapkan cintaKasih dan kerinduan akan masa Cerah yang dijanjikan bagi orang berpikir. Bukankah berpikir juga ada ilmunya, kawan? Mantiq, logika? Ya, itu salah satunya.

Maka, kami menyerukan, dan seruan ini hanya untuk manusia, binatang tidak perlu merasa tersiksa atas adanya seruan kami, mari kita berjuang demi kemanusian; memanusiakan manusia dengan gemar membaca dan menggerakan manusia lain ikut dalam kegiatan luhur ini.

Akhirnya, kepada suadara/i mari kawal kerja kami. Hukum bila tidak becus,  menyeleweng, seok. Kepercayaan saudara/i adalah harga diri kami.
Terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Yatti Ridho (Probolinggo)
2. Nawawi (Arab Saudi)
3. Zainal Arifin ( Jakarta)
4. Imam Syafii
5. Muridan (Sambiyan Konang Bangkalan)
6. Syafii ZP (Surabaya)
7. Amirul Yusuf ( Palembang)
8. Pak Holili, S.Pd. ( Madura )
9. Hasan Basri
10. Hamba Allah
atas apa yang telah Anda-Anda terimakan pada kami telah dibelanjakan buku-buku seperti gambar di atas untuk menjelaskan tulisan ini. semoga kebersamaan ini semakin menguatkan iktikad kita: "membaca tugas Abadi manusia." Amin. Salam santun dan berbahagia.

*)aktivis Komunitas Pecinta Buku


Senin, 05 Oktober 2015

Alhamdulillah, Hasil Sumbangan Telah Dibelikan Buku

Gerakan Santri Membaca
Layouter: Mochamad Khotib

Pembelian Buku Pertama kali oleh Gerakan Santri Membaca (GSM) pada hari Senin 5 Oktober 2015 kemarin di Surabaya berjalan lancar. Pembelian buku ini diambil dari dana dari para alumni dan simpatisan yang memiliki rasa peduli dan cinta terhadap GSM. Maka dengan bukti pembelian buku ini insya Allah akan terwujud untuk lahirkan santri yang cerdas dan berakhlak mulia.


Kami mengucapkan terima kasih juga terutama kepada para donatur yang telah menyumbangkan sedikit rezeqinya kepada Gerakan Santri Membaca dan semoga Sumbangan ini dapat bermanfaat demi terwujudnya cita cita GSM kedepan.
Dan semoga dengan lahirnya GSM dengan niat ikhlas tanpa diiringin dengan Kepentingan pribadi dan tidak memiliki niat untuk memanfaatkan istansi dan lembaga tertentu maka GSM dapat menjadi Komunitas Terbaik dan dapat menjado manfaat bagi seluruh kalangan.




Kamis, 01 Oktober 2015

Alumni Lanbulan sumbang 200 ribu Untuk Gerakan santri Membaca

Gerakan Santri Membaca
Jum'at 2 Oktober 2015

Dilatar belakangi dengan keberadaan minimnya para santri yang memiliki minat membaca. Namun tak lain lagi sebenarnya bukan karena para santri tidak suka membaca akan tetapi sedikitnya buku ilmiah koleksi di Perpustakaan PP. Al-Mubarok Lanbulan Desa Batorasang Kec. Tambelangan Kab. Sampang Madura. Oleh sebab itu Lahirnya Gerakan Santri Membaca (GSM) dikarenakan kondisi perpustakaan yang sangat memprihatinkan. Dengan niat baik dan kuat alhamdulillah hanya dengan hitungan hari sudah ada hasil yang kita dapat.
Tadi siang 1/10/2015 salah satu Alumni PP. al Mubarok Lanbulan adalah Ustad Safii ZP (Surabaya) telah menyumbang Rp. 200 ribu via transfer lewat salah satu rekening Penanggung Jawab GSM.
beliau (safii) berharap semoga dengan Sumbangan yang sedikit ini dapat dipergunakan sesuai Visi dan Misi yang diharapkan.

Sumbang 4 Buah Buku Untuk Wujudkan Santri Cerdas

Gerakan Santri Membaca
1 Oktober 2015
Penulis. Mochamad Khotib

Dengan Mensosialisasi Gerakan Santri Membaca lewat Sosial media ternyata ada yang Merasa tergerak hatinya. Adalah Abd. Hafid, S.Pd.I dari Betes Lomaer Blega Bangkalan telah menyumbangkan 4 judul buku kepada Salah satu pengurus Gerakan Santri Membaca tadi sore kamis 1 Oktober 2015 sekitar jam 15.15 Wib. Penyumbang langsung menghubungi kami setelah Abd. Hafid melihat blog yang dipublikasikan oleh Gerakan Santri Membaca (GSM) Ujar Mochamad Khotib (pengurus GSM).
Selang berapa jam kami langsung menjemput buku tersebut di kediaman Abd. Hafid tepatnya di desa Gudeng kec. Blega kab. Bangkalan. Sesaat setelah menyerahkan bukunya beliau sempat berkata semoga dengan buku yang kami sumbangkan dapat mewujudkan apa yang diharapkan. Dan abd. Hafid juga mengajak kepada lainnya untuk ikut andil dalam program yang sangat bermanfaat ini demi wujudkan Santri yang cerdas dan berakhlak mulia.

Sumbang 4 Buah Buku Karena Peduli Wujudkan Santri Cerdas

Gerakan Santri Membaca
1 Oktober 2015
Penulis. Mochamad Khotib

Dengan Mensosialisasi Gerakan Santri Membaca lewat Sosial media ternyata ada yang Merasa tergerak hatinya. Adalah Abd. Hafid, S.Pd.I dari Betes Lomaer Blega Bangkalan telah menyumbangkan 4 judul buku kepada Salah satu pengurus Gerakan Santri Membaca tadi sore kamis 1 Oktober 2015 sekitar jam 15.15 Wib. Penyumbang langsung menghubungi kami setelah Abd. Hafid melihat blog yang dipublikasikan oleh Gerakan Santri Membaca (GSM) Ujar Mochamad Khotib (pengurus GSM).
Selang berapa jam kami langsung menjemput buku tersebut di kediaman Abd. Hafid tepatnya di desa Gudeng kec. Blega kab. Bangkalan. Sesaat setelah menyerahkan bukunya beliau sempat berkata semoga dengan buku yang kami sumbangkan dapat mewujudkan apa yang diharapkan. Dan abd. Hafid juga mengajak kepada lainnya untuk ikut andil dalam program yang sangat bermanfaat ini demi wujudkan Santri yang cerdas dan berakhlak mulia.


GERAKAN SANTRI MEMBACA